Hubungan Inflasi Dengan Pertumbuhan Uang, Pengangguran Dan Suku Bunga - Vorzil

Hubungan Inflasi Dengan Pertumbuhan Uang, Pengangguran Dan Suku Bunga

Hubungan Inflasi Dengan Pertumbuhan Uang, Pengangguran Dan Suku Bunga

- Bagaimana Hubungan antara inflasi dengan pertumbuhan uang ?
- Hubungan Inflasi Dengan Tingkat Suku Bunga
- Hubungan Antara Suku Bunga dan GDP
- Apa saja Dampak ekonomi dari sebuah perubahan suku bunga ?
- Bagaimana Hubungan Inflasi Dengan Pengangguran ?

A. Hubungan Pertumbuhan Uang dengan Inflasi

Hubungan defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi menjadi salah satu isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal di dunia. Secara teori, paling tidak ada empat pandangan yang berbeda untuk melihat hubungan ketiga variabel tersebut. Pandangan tersebut antara lain, yaitu kaum Monetaris Ortodoks, The Fiscal Theory of Price Level (FTPL), Keynesian, dan Ricardian Equivalence (RE). Terdapat sebuah persepsi yang menyatakan bahwa kebijakan anggaran yang terlalu besar dan dalam jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi variabel moneter yang kemudian menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan makroekonomi seperti inflasi yang tinggi, defisit current account yang besar, kewajiban utang yang besar, dan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Berdasarkan pengalaman interaksi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia, dimana sebelum diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999, Indonesia telah mengalami hyperinflation yang disebabkan oleh pencetakan uang (money creation) secara berlebihan oleh Bank Indonesia untuk membiayai defisit anggaran pemerintah akibat kebijakan fiskal yang terlalu ekspansif.

Sejak diberlakukan tahun 2000, kerangka kerja Inflation Targetting (kebijakan moneter) sudah mulai diterapkan oleh Bank Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa era fiscal dominance tidak boleh terjadi lagi di Indonesia. Namun perubahan institusional tersebut secara empiris tidak menghalangi kemungkinan adanya pengaruh defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) terhadap jumlah uang beredar maupun variabel moneter (inflasi).

Pengaruh tersebut dimungkinkan antara lain karena adanya jangka waktu antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah, sumber pendanaan (utang domestik maupun luar negeri), dan perubahan permintaan agregat. Penelitian ini membahas hubungan jangka panjang antara inflasi, pertumbuhan uang, dan defisit anggaran. Penelitian ini juga akan menganalisis apakah di Indonesia defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) mempengaruhi pertumbuhan uang dan inflasi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari Kementrian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia (SEKI-BI) dari berbagai edisi, International Financial Statistic (IFS) of International Monetary Fund (IMF) serta sumber lain yang relevan.

Data yang digunakan, diantaranya yaitu defisit anggaran pemerintah, pertumbuhan uang (base money (M0), narrow money (M1), dan broad money (M2)) serta IHK (Indeks Harga Konsumen) sebagai pencerminan tingkat inflasi dengan periode waktu data antara bulan Januari 2002 hingga Desember 2009. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji lag structure tambahan, yaitu uji lag exclusion dan weak exogeneity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit anggaran pemerintah tidak mempengaruhi pertumbuhan uang (M0, M1, dan M2) dalam jangka panjang. Teori FTPL (the fiscal theory of the price level) juga tidak berlaku di Indonesia, hal ini dikarenakan dalam jangka panjang, laju inflasi tidak dipengaruhi oleh defisit anggaran. Pertumbuhan M1 dan M2 (money supply) juga tidak mempengaruhi laju inflasi dalam jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa teori Monetaris dan Keynesian juga tidak berlaku di Indonesia.

Hubungan antara defisit anggaran, pertumbuhan uang dan laju inflasi di Indonesia dapat dijelaskan oleh teori Ricardian Equivalence (RE) dimana defisit anggaran tidak akan berpengaruh ke variabel moneter dan perekonomian. Koordinasi yang erat antara penguasa fiskal (pemerintah) dan moneter (Bank Indonesia) dalam menentukan instrumen dan sasaran kebijakan yang menjadi target bersama tetap diperlukan agar pencapaian target tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Walaupun defisit anggaran tidak memiliki dampak terhadap pertumbuhan uang dan laju inflasi di Indonesia namun defisit anggaran yang terlalu besar dan dalam jangka waktu yang lama, bukan tidak mungkin akan menjadi akar permasalahan makroekonomi seperti hyperinflation, current account deficits, overindebtness dan rendahnya pertumbuhan ekonomi. Apabila dalam jangka panjang kebijakan defisit anggaran terus dipertahankan oleh pemerintah, maka pembiayaan melalui money creation (pencipataan uang) lebih baik untuk dihindari karena telah terbukti menyebabkan hyperinflation di Indonesia pada periode 1965 hingga 1970. Disatu sisi, sesuai dengan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dimana Bank Indonesia yang telah memiliki kebijakan moneter Inflation Targetting Framework (ITF) akan berhasil dalam menetapkan inflasi yang ditargetkan jika salah satu persyaratan dapat dipenuhi yaitu tidak adanya dominasi sektor fiskal terhadap kebijakan moneter. Hal tersebut dikarenakan kebijakan defisit anggaran masih efektif, tetapi efisiensinya harus diperhitungkan secara cermat.

B. Hubungan Inflasi Dengan Tingkat Suku Bunga

Berdasarkan data empiris, tingkat inflasi selalu lebih tinggi dari suku bunga, akibatnya daya beli dari uang penabung atau deposan mengalami penurunan meskipun secara absolut jumlah uangnya sudah bertambah dengan adanya tambahan dari bunga yang diterimanya. Berdasarkan fakta ini, maka jelas bunga tidak membuat orang lebih kaya jika uangnya ditabungkan atau didepositokan, tetapi malah sebaliknya.

Sekarang timbul pertanyaan, mengapa inflasi atau suku bunga membuat orang lebih miskin? Jawabnya yaitu bahwa, inflasi menimbulkan biaya. Jika inflasi menimbulkan biaya, maka bunga juga menimbulkan biaya. Biaya uang yaitu suku bunga (interest) yang ditimbulkan oleh inflasi (Mankiw. 2007) yaitu;

1). Biaya pulang pergi ke bank untuk mengambil uang (shoeleather cost),

2). Biaya perusahaan untuk merubah harga karena inflasi (menu cost),

3). Biaya ketidak nyamanan hidup dengan selalu berubahnya harga,

4). Pajak yang dibebankan pada keuntungan (sebab pajak selalu menenetukan besarnya pajak dari keuntungan nominal bukan dari keuntungan riil, padahal dengan adanya inflasi, maka keuntungang riil lebih kecil sedangkan pajak yang dibayarkan lebih besar).

Dalam teori klasik, bahwa “bunga” merupakan harga kapital (price of capital), dimana apabila permintaan modal (uang) naik maka bunga akan naik pula, tetapi orang meminta uang atau meminjam uang bukan semata-mata untuk investasi tetapi juga untuk transaksi (konsumsi) dan spekulasi. Meskipun demikian peminjam tetap dikenakan bunga. Itulah sebabnya dalam ekonomi kapitalis, kegiatan transaksi ekonomi lebih banyak di sektor keuangan ini dibandingkan dengan sektor riil.

Selanjutnya diketahui pula bahwa, tingkat bunga mempunyai hubungan dengan tingkat inflasi. Hubungan tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil dengan inflasi dapat ditulis sebagai berikut:

i = r + π

Persamaan di atas merupakan persamaan Irving Fisher (Fisher equation). Dari persamaan tersebut ditunjukkan bahwa, tingkat bunga bisa berubah karena dua alasan (Makiw. 2007) yaitu;

1). Karena tingkat bunga riil berubah dan

2). Karena tingkat inflasi berubah

Menurut teori kuantitas, kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen menyebabkan kenaikan tingkat inflasi sebesar 1 persen, selanjutnya dari persamaan Fisher dapat dinyatakan pula bahwa kenaikan 1 persen tingkat inflasi akan menaikkan suku bunga nominal sebesar 1 persen. Dari fakta ini jelas bahwa suku bunga dan inflasi mempunyai hubungan yang positif.

C. Hubungan Antara Suku Bunga dan GDP

Nilai uang menjadi sangat penting karena perubahan nilai uang yang salah satunya ditunjukkan oleh inflasi sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi baik disektor moneter maupun sector riil. Misalnya jika terjadi kenaikan harga-harga umum (inflasi), maka respon kebijakan bank sentral (Bank Indonesia) adalah menaikan tingkat suku bunga acuannya, selanjutnya kenaikan tersebut akan berpengaruh terhadap suku bunga dipasar uang, misalnya suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB)m, suku bunga deposito dan suku bunga kredit (investasi, Modal dan konsumsi) yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap output (GDP) dan inflasi.

Untuk diketahui, suku bunga merupakan tolak ukur dari kegiatan perekonomian dari suatu negara yang akan berimbas pada kegiatan perputaran arus keuangan perbankan, inflasi, investasi dan pergerakan currency.

Dan biasanya negara-negara besar (merupakan negara yang memiliki currency terbesar dalam transaksi di bursa), aktivitas ekonomi yang terjadi di negara-negara tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap fundamental perekonomian dunia.

Kenaikan suku bunga yang dilakukan oleh bank Sentral, maka akan direspon oleh para pelaku pasar dan para penanam modal untuk memanfaatkan moment tersebut guna meningkatkan produksi dan menanamkan investasinya.

Seiring dengan itu, akan berdampak juga pada jumlah produksi yang bertambah dan tenaga kerja yang juga akan semakin bertambah. Akibatnya ekspor bertambah dan jumlah pengangguran menurun, sehingga devisa yang masuk ke negara tersebut semakin menguatkan dollar terhadap mata uang lain.

Demikian pula sebaliknya, bila saja suku bunga menurun, produksi industri akan berkurang karena produsen akan membatasi kerugian. Apabila jumlah produksi berkurang, maka akan melemahkan mata uang tersebut.

Kenaikan suku bunga sangatlah dikhawatirkan oleh para kreditur dan tingkat penjualan perumahan yang semakin menurun karena membuat pajak pinjaman modal dan kredit perumahan semakin meningkat, tanpa didukung dalam kelancaran produksi dan bisnis yang menunjang, akan berimbas pada kredit macet

Ada beberapa hal yang harus diwaspadai dalam menaikkan dan menurunkan suku bunga yang semuanya harus berpihak pada kesejahteraan rakyat dalam negeri sebagai prioritas utama.

Dampak ekonomi dari sebuah perubahan suku bunganya diantaranya akan berpengaruh pada adalah:
GDP (Gross Domestik Product) sebagai indikator tingkat kesehatan atas pertumbuhan ekonomi suatu negara. GDP merupakan indeks utama sistem akun nasional (Sistem of National Accounts - SNA) yang dikarakteristik oleh hasil final dari kesatuan aktifitas program ekonomi - penduduk, dan pengukuran biaya barang dan jasa, yang diproduksi oleh kesatuan untuk penggunaan akhir. GDP adalah indeks utama, yang menunjukkan kondisi ekonomi nasional. GDP adalah indikator produk manufaktur, yang berjumlah pada biaya produksi final barang dan jasa. Ini berarti, biaya barang dan jasa lanjutan, yang digunakan dalam produksi (seperti barang mentah, bahan-bahan, bahan bakar, bibit, makanan ternak, layanan pengangkutan udara, harga grosir, layanan komersil dan finansial, dll) tidak termasuk dalam GDP. Jika tidak, GDP akan mengandung akun berulang. Selain itu, GDP adalah produk domestik, karena diproduksi oleh penduduk. Penduduk adalah kesatuan ekonomi (usaha maupaun rumah tangga), dengan mengabaikan indentitas nasional dan kewarga negaraannya, yang memiliki suku bunga ekonomi dalam wilayah ekonomi negara.

Kredit Perumahan Rakyat
Pengadaan perumahan merupakan bagian terpenting dalam menunjang kesejahteraan hidup manusia, pentingnya data ini terletak pada kemampuannya untuk memicu perubahan kondisi perekonomian, memprediksi perubahan tingkat pertumbuhan. Turunnya jumlah unit perumahan baru dapat memperlambat perekonomian dan mendorong ke arah resesi. Sebaliknya, peningkatan pada jumlah unit perumahan baru mengindikasikan tumbuhnya perekonomian

Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate)
Dampak yang harus diperhatikan dalam kebijakan naik-turunnya suku bunga apakah semakin meningkatkan peluang usaha dan peluang kerja atau malah justru meningkatkan pengangguran dan PHK. Dan perlu diketahui, pengangguran terjadi akibat ketidakseimbangan antara lapangan pekerjaan dan orang yang membutuhkan pekerjaan,sehingga hanya sedikit yang mendapatkan kesempatan untuk bekerja.

Disisi lain, suku bunga adalah harga yang harus dibayar oleh pihak bank atau peminjam lainnya untuk memanfaatkan uang selama jangka waktu tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa suku bunga itu merupakan balas jasa yang akan diterima kemudian atas pengorbanan yang dilakukan atau kata lain suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau sebagai sewa penggunaan uang dalam jangka waktu tertentu.

Pada prinsipnya suku bunga adalah harga atas penggunaan uang atau sebagai sewa atas penggunaan uang dalam jangka waktu tertentu, yang umumkan dalam 'persentase'.

Setiap masyarakat (atau investor) yang melakukan interaksi dengan bank, baik interaksi dalam bentuk simpanan, maupun pinjaman (kredit), akan selalu terkait dan dikenakan dengan yang namanya bunga. Bagi masyarakat (atau investor) yang menanamkan dananya pada bank, baik itu simpanan tabungan, deposito dan giro akan diberikan suku bunga simpanan (dalam bentuk %).

Suku bunga ini merupakan rangsangan dari bank agar masyarakat mau menanamkan dananya pada bank. Semakin tinggi suku bunga simpanan, maka masyarakat akan semakin giat untuk menanamkan dananya pada bank, dikarenakan harapan mereka untuk memperoleh keuntungan.

Dan begitu sebaliknya, semakin rendah suku bunga simpanan, maka minat masyarakat (atau investor) dalam menabung akan berkurang sebab masyarakat berpandangan tingkat keuntungan yang akan mereka peroleh dimasa yang akan datang dari bunga adalah sangat kecil.

D. Hubungan Inflasi Dengan Pengangguran

Inflasi dan pengangguran merupakan keburukan kembar dalam setiap perekonomian. Untuk memahami arti penting keburukan kember ini, maka dituangkan dalam matrik indikator kesejahteraan nasional dalam bentuk indeks kesengsaraan (Misery Indexs). Indeks ini didefinisikan sebagai penjumlahan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran.

Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomian, namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibanding dengan harga barang impor.

Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor yang relatif lebih murah. Harga yang lebih mahal menyebabkan turunya daya saing barang domestik di pasar internasional. Hal ini berdampak pada nilai ekspor cenderung turun, sebaliknya nilai impor cenderung naik. Kurang bersaingnya harga barang jasa domestik menyebabkan rendahnya permintaan terhadap produk dalam negeri. Produksi menjadi dikurangi. Sejumlah pengusaha akan mengurangi produksi. Produksi berkurang akan menyebabkan sejumlah pekerja kehilangan pekerjaan.

Para ekonom berpendapat bahwa tingkat inflasi yang terlalu tinggi merupakan indikasi awal memburuknya perekonomian suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong Bank Sentral menaikkan tingkat bunga. Hal ini menyebabkan terjadinya kontraksi atau pertumbuhan negatif di sektor riil.

Dampak yang lebih jauh adalah pengangguran menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, tingkat inflasi dan tingkat pengangguran merupakan dua parameter yang dapat digunakan untuk mengukur baik buruknya kesehatan ekonomi yang dihadapi suatu negara. Hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran untuk jangka pendek dapat dijelaskan dengan menggunakan Kurva Phillip yang dikemukakan oleh ekonom bernama A.W. Phillips.

Dari penjelasan diatas saya dapat berpendapat bahwa inflasi sangat berpengaruh besar pada pengangguran di suatu negara terlebih jika pemerintah di negara yang mengalami inflasi mengeluarkan kebijakan yang tidak tepat dan malah dapat memburuk keadaan ekonomi di negara tersebut. dari penjelasan diatas inflasi mempengaruhi daya beli masyarakat yang cenderung menurun, dengan hal tersebut berdampak pada pelaku usaha didalam negri untuk menekan biaya produksi agar usaha miliknya tidak mengalami kebangkrutan.

Salah satu solusi untuk menekan biaya produksi adalah dengan mengeluarkan atau mem - phk kan sebagian pekerjanya. Dan dari situ lah mulai bermunculan pengangguran yang disebabkan oleh inflasi. Jadi menurut saya inflasi itu sangat berpengaruh bagi perekonomian termasuk angka pengangguran di suatu negara.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel