Pengantar Ekonomi: Koperasi dan Kewirausahaan - Vorzil

Pengantar Ekonomi: Koperasi dan Kewirausahaan

Materi Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi - Roliyan.com

1. Strategi Pengembangan Koperasi

a) Pembangunan Koperasi Dilakukan Tidak Boleh Terlepas Dari Upaya Pemberdayaan Anggotanya 

Pembangunan koperasi yang berhasil memerlukan sejumlah prasyarat dan pemenuhan syarat-syarat tertentu, sebagaimana layaknya dalam pelaksanaan suatu proses. Pembangunan itu merupakan proses dinamik, karena koperasi adalah lembaga yang hidup dan beraksi terhadap perubahan kondisi internal maupun eksternal.

Mengingat koperasi merupakan lembaga milik sekelompok masyarakat, yang dibangun sendiri oleh masyarakat bersangkutan, dengan maksud untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar ekonomi masyarakat tersebut, maka dapat dipahami bahwa koperasi harus mampu melaksanakan berbagai kegiatan kegiatan ekonomi. Kegiatan mana, harus terkait dengan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi para anggotanya pada tingkat usaha yang efektif dan efisien. Dengan demikian kegiatan itu harus terencana, yaitu dengan melalui penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang khas sifatnya. 

Sehubungan dengan hal itu perlu dipahami peran berbagai faktor yang mencakup kriteria-kriteria prasyarat, yaitu faktor-faktor yang dianggap sangat menentukan bagi keberhasilan dan kesinambungan koperasi yang dibangun. Selanjutnya, setelah prasyarat dipenuhi, maka koperasi berarti sudah siap lahir dan siap tumbuh. Tetapi faktor yang tergolong sebagai syarat keberhasilan,bagi tumbuhnya koperasi bersangkutan di masa mendatang. Syarat tersebut menjadi komponen pokok yang perlu dipenuhi dan diwujudkan, agar koperasi itu dapat berprestasi dan dapat disebut sebagai koperasi yang berhasil. Artinya bila syarat keberhasilan itu tidak terpenuhi, maka koperasi bersangkutan dapat dianggap tidak berhasil dalam proses pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

Dengan demikian bisa saja satu koperasi dibentuk, akan tetapi koperasi yang telah mampu memenuhi prasyarat yang ditetapkan itu untuk selanjutnya ternyata tidak mampu tumbuh normal, dengan mengikuti syarat-syarat yang ditetapkan, ataupun kalau dapat tumbuh maka pertumbuhan koperasi itu menjadi sangat lambat atau dapat dinyatakan dengan "hidup segan, mati tak mau".

Pemahaman tetang hal-hal tersebut tidak kalah penting bila dibanding dengan upaya memahami sejumlah langkah-langkah pembinaan atau mengenali sejumlah hambatan dan kendala pertumbuhan koperasi, yang mengharuskan kita membawa koperasi itu kembali pada jati dirinya (menerapkan pendekatan ”back to basic”). 

Pemberdayaan anggota mencakup pemberdayaan kapital (bantuan modal) dan pemberdayaan knowledge, yang meliputi peningkatan kemampuan manajemen, skill dan pemahaman yang benar mengenai prinsip-prinsip koperasi melalui pendidikan dan pelatihan. Pemberdayaan ini akan memberikan dampak peningkatan pertisipasi anggota. 

Memang harus diakui bahwa peningkatan partisipasi anggota bukanlah dampak langsung dari pendidikan dan pelatihan. Partisipasi anggota merupakan fungsi dari intrinsik anggota dan nilai ekstrinsik yang berasal dari luar anggota itu sendiri. 

Peningkatan partisipasi merupakan outcome atau dampak positif tidak langsung dari pendidikan dan pelatihan. Peningkatan partisipasi anggota ini diharapkan akan memberikan dampak kepada kinerja koperasi yang ditandai dengan 5 indikator keberhasilan koperasi. Peningkatan kinerja koperasi yang ditandai akhirnya akan menghasilkan tujuan yang hendak dicapai yakni kesejahteraan masyarakat. Pelaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota harus memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:
  1. Dominasi pemerintah (pemerintah daerah) dalam pendidikan in service/diklat harus dikurangi karena di masa lalu telah menimbulkan ketergantungan koperasi kepada Pemerintah sehingga mengurangi pemupukan rasa percaya diri dan kemampuan menolong dirinya sendiri bagi koperasi;
  2. Harus jelas konsep ‖link and matc”, karena penyelenggaraan diklat pada masa-masa sebelumnya tersentralisasi dan berdasarkan pemikiran-pemikiran dari atas, belum pernah dilakukan analisis kebutuhan pelatihan, yang bersumber kepada kebutuhan koperasi. Hingga kini pendidikan yang sudah dilaksanakan masih belum mengarah kepada kebutuhan koperasi;
  3. Dana pendidikan dari gerakan koperasi secara formal merupakan salah satu sumber dana pendidikan koperasi, namun pada kenyataannya dana tersebut belum optimal terkumpul;
  4. Pemerintah daerah harus memiliki akreditasi untuk lembaga penyelenggara pendidikan termasuk standarisasi materi pelatihan;
  5. Peserta harus dipersiapkan dengan baik, karena pendidikan dan pelatihan di masa depan tidak gratis. Pada masa lalu umumnya peserta tidak dipersiapkan dengan baik, lebih-lebih karena pendidikan bersifat gratis, sehingga yang dilatih orangnya tetap sama atau tidak relevan dengan tugasnya;
  6. Perlu ada evaluasi yang menyeluruh mengenai dampak dari diklat terhadap kinerja koperasi. 
Untuk mencapai tujuan seperti yang diharapkan maka Pemerintah Pusat bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dan Dewan Koperasi Indonesia melakukan tugas sebagai berikut:
  1. Secara bertahap mengintegrasikan, mengkoordinir dan mengkonsolidasikan potensi pendidikan dan pelatihan perkoperasian secara nasional;
  2. Secara bertahap dan simultan memberdayakan dan mengkoordinir potensi lembaga-lembaga dan pelatihan perkoperasian yang dimiliki oleh negara (antar departemen), Gerakan Koperasi (LAPENKOP), Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembagalembaga pendidikan swasta pelaksana pendidikan koperasi.
  3. Secara pro aktif memberdayakan lembagalembaga pendidikan perkoperasian yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam kerangka semangat otonomi daerah.
  4. Menentukan kebijaksanaan pokok program pendidikan dan pelatihan perkoperasian yang mencakup sistem, metodologi, kurikulum, silabus, sistem evaluasi, kelompok sasaran, dan bahan serta alat bantu;
  5. Melaksanakan program pendidikan dan pelatihan perkoperasian sesuai dengan rencana dan kebutuhan. 

b) Pembangunan Koperasi Dilakukan Secara Lintas Sektoral 

Membicarakan keberhasilan koperasi, harus mulai dengan membahas sejumlah prasyarat, yang nampaknya akhir-akhir ini kurang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh (terbaikan atau diabaikan) oleh para pendiri koperasi (masyarakat luas) maupun oleh para pembina koperasi pada umumnya. Prasyarat tersebut boleh dinyatakan sebagai kriteria yang relatif sifatnya mutlak, atau merupakan faktor yang mau atau tidak mau harus dipenuhi agar dapat membuat koperasi lahir dan siap tumbuh dalam dinamika perekonomian. Oleh karena itu dalam setiap pembentukan koperasi baru, haruslah benar-benar dapat dipenuhi prasyarat yang ditetapkan, dengan maksud agar dapat menumbuhkan koperasi yang berkemampuan tumbuh secara berkelanjutan tanpa menimbulkan berbagai masalah di masa mendatang. Singkatan bila faktor-faktor dimaksud tidak dipenuhi, secara konseptual koperasi akan sulit tumbuh sebagaimana diharapkan karena organisasinya tidak didukung oleh faktor-faktor yang diperlukan.

Misalnya dalam satu proses pembentukan koperasi baru, ternyata ada satu prasyarat yang tidak dipenuhi, umpamanya ‖tidak jelasnya hubungan antara kepentingan ekonomi anggota-anggota pendiri, yang seharusnya menjadi alasan dasar bagi pembentukan koperasi tersebut‖. Koperasi itu bisa saja dibentuk tanpa dilandasi oleh pemahaman dan kesamaan kepentingan para pendiri atau anggotanya. Namun demikian, potensinya sangat besar untuk menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan di masa mendatang, karena landasan arah dan proses pertumbuhan kelompoknya tidak jelas. Secara konseptual, rencana pendirian suatu koperasi seperti itu dapat saja ditolak, apabila syarat mutlaknya tidak terpenuhi walaupun tidak sesuai dengan ketentuan formal koperasi itu mungkin saja tetap dibentuk. Baru kemudian, sambil berjalan koperasi bersangkutan menyesuaikan kembali hal-hal yang belum dipenuhi atau yang dapat diperbaiki, sehingga akhirnya koperasi itu juga mampu memenuhi syarat mutlak yang seharusnya perlu dipenuhi lebih dahulu. 

Namun demikian secara praktis tidak jarang pengalaman menunjukan, bahwa hal dimaksud kerap kali sulit dilakukan, mengingat koperasinya terlanjur menghadapi masalah dan sibuk dalam mengelola kegiatan bisnisnya, yang kerap kali justru tidak terkaitdengan kepentingan ekonomi pada anggotanya, karena tidak teridentifikasi sebelumnya. Koperasi seperti itu tergolong pada koperasi ‖palsu” (psue coop), apabila ditinjau dan pelaksanaan identitas koperasinya. Padahal kita faham justru identitas koperasilah yang menjadi keunggulan komparatif, dan sekaligus menjadi keunggulan kompetitif dan suatu badan usaha koperasi, karena hal-hal itu membuat kelompok anggota mampu mendukung eksistensi koperasi dalam menghadapi pasar bebas.

c) Pembangunan Koperasi Mengacu Pada Local Spesific (Resource Based dan Community Based) 

Pembentukan koperasi baru, perlu dipahamidan diidentifikasi kepentingan ekonomi para pendirikhususnya dan umumnya kepentingan anggota baru di masa mendatang, yang dijadikan landasan utama pengembangan organisasi dan kegiatan usahanya. Apabila kemudian ada koperasi dibentuk tanpa ada landasan kepentingan anggota dan kemudian memperoleh badan hukum resmi, maka sudah bisa dipastikan bahwa koperasi itu tidak mungkin digolongkan dalam kelompok koperasi genuine, atau koperasi yang dapat memenuhi kriteria internasional (identitas koperasi menurut ICA 1995). Pada umumnya koperasi itu dalam proses pertumbuhan selanjutnya, tidak mampu memanfaatkan peluang besar atau tidak cukup berhasil dalam proses pertumbuhan memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal, walaupun koperasi dimaksud tetap saja berpeluang tumbuh sebagai organisasi atau badan usaha. 

Prasyarat dasar lain yang juga harus dapat dipenuhi melalui pembentukan koperasi, agar selanjutnya proses pengembangan koperasi itu berhasil atau koperasinya dapat meraih sukses dalam pentumbuhan selanjutnya., berupa pemenuhan kriteria tentang kualitas calon anggota koperasi. Mereka dipersyaratkan mampu memenuhi indikator, bahwa secara sadaranggota-anggota koperasi itu mengetahui dan memahami dengan baik dan sistematik, peran dan fungsi koperasi yang akan dibentuk. Sebagai suatu lembaga ekonomimilik bersama,koperasi diharapkan mampu membantu memenuhi berbagai kebutuhan ekonomi dasar para anggotanya, baik secara individu maupun secara kelompok serta dalam lingkup lokal, regional maupun nasional.

Wujud sebab dan akibat dan dua sisi itu, apabila perlu harus dilatihkan dan dikembangkan lebih dahulu, dengan melalui proses yang disebut sebagai masa pra koperasi.Akan banyak manfaat yang diperbolehkan koperasi di masa mendatang apabila kegiatan masa pra koperasi dilakukan dengan sadar dan terprogram (dalam rencana). Karena itu pada hakekatnya pembentukan koperasi bukanlah sekedar pembentukan lembaga ekonomi biasa melainkan sebagai usaha terencana untuk menimbulkan suatu lembaga yang harus memiliki komitmen dan wawasanluas serta terpadu. Itulah sebabnya di dalam buku ini dilampirkan proses yang lazimnya perlu dilalui dalam mendirikan badan usaha koperasi.

Selanjutnya, apabila prasyaratitu telah dipenuhi, dan kondisi lingkungannya juga mendukung, maka masih ada syaratberikut yang harus dipenuhi. Syarat dimaksud adalah merupakan syarat tidak mutlak, yang dapat disebut sebagai syarat yang diinginkan. Syarat ini sifatnya komparatif dan dapat dibandingkan serta berada pada satu selang (range) indikator tertentu. Selang indikator itu dapat disesuaikan dengan kondisi sehingga berdasar indikator yang dipenuhi oleh koperasinya, akan diperoleh sejumlah nilai indikator koperasi yang berbeda-beda ukurannya. Akan tetapi nilainya tetap berada pada batas-batas kelompok angka yang di tetapkan, sesuai dengan jenis dan kualitas dari koperasikoperasi yang dinilai. Hal itulah yang menjadi ciri khasdari masing-masing koperasi bersangkutan. Ciri khas koperasi itu biasanya dituangkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang disyahkan dalam rapat anggota (RAT).

Dengan mengetahui komposi kriteria syarat yang dipenuhi, secara otomatis akan dapat dikenali berbagai keunggulan dan sekaligus hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari koperasi bersangkutan untuk membuatnya sukses. Pemenuhan kriteria itu memungkinkan dapat dilakukannya pembandingan antar koperasi yang satu dengan kkoperasi yang lain walaupun tidak sejenis. Posisi koperasi seperti itu juga dapat digunakan untuk mengarahkan dan menemukan pokok-pokok masalah tentang koperasi-koperasi bersangkutan dalam proses pembinaan. Dengan demikian, tingkat keberhasilan koperasi untuk memenuhi kriteria itu dapat dimanfaatkan pula untuk sekaligus menilai tingkat prestasi koperasi secara transparan dan adil.untuk itu kriterianya perlu disusun denagan nasional, sesuai dengan kaidah-kaidah lembaga usaha.  

d) Koperasi Diikutkan dalam Program Redistribusi Asset Secara Transparan 

Saat ini dengan berlakunya otonomi daerah maka tugas teknis pembinaan koperasi merupakan tugas pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota sendiri dihadapkan pada berbagai masalah spesifik di daerah masing-masing. Terdapat paling tidak tiga tipologi kinerja ekonomi wilayah, dan masing-masing diharapkan dapat memberikan peran yang paling optimal bagi perkembangan koperasi di daerahnya maupun secara regional dan nasional.

1. Daerah Kaya dan Daerah Berkembang dengan potensi alam cukup
  • Koperasi menjadi pelaku yang aktif dalam bidang distribusi;
  • Koperasi sektor jasa (sektor tersier) dikembangkan secara lebih profesional;
  • Koperasi Simpan Pinjam diarahkan melakikan interlending dengan Koperasi daerah yang berada di sekitarnya yang lebih miskin;
  • Koperasi yang telah memiliki modal cukup besar diarahkan bekerjasama dengan koperasi daerah yang sejenis atau atas pertimbangan kemitraan strategis;
  • Koperasi menjadi prime mover dalam pengelolaan potensi alam;
2. Daerah Miskin potensi alam belum tergarap
  • Koperasi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat bersaan dengan penciptaan iklim yang kondusif bagi masuknya investor;
  • Koperasi yang telah terbina bersama-sama dengan investor mengelola strategic asset yang ada.

2. SHU Koperasi 

Sisa hasil usaha dalam koperasi merupakan hal yang penting untuk diketahui karena dengan SHU yang memadai dapat digunakan untuk memperkuat struktur modal koperasi dan diharapkan akan merangsang anggota untuk menggunakan volume usaha koperasi dengan seoptimal mungkin karena SHU juga akan dikembalikan kepada anggota dan koperasi itu sendiri sehingga mampu menjamin kelanjutan usaha.

Adapun definisi SHU menurut UU RI No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, menyatakan bahwa "Sisa hasil usaha merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku yang dikurangi dengan biaya-biaya penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam satu tahun buku yang bersangkutan".

Dengan demikian apabila usaha koperasi selama periode tertentu mendatangkan sisa hasil usaha maka rapat anggota mempunyai kewenangan untuk memutuskan pembagiannya. Namun SHU yang diperoleh tidak semua akan dibagikan ke anggota namun akan dikurangi dengan dana-dana tertentu dalam koperasi. Contoh dana cadangan, dana pendidikan, dana lain-lain. Untuk pengembangan usaha koperasi bagian anggota dibagikan sesuai dengan besarnya jasa anggota.

Adapun pembagian SHU dalam koperasi sesuai dengan Keputusan Menteri Koperasi No. 266/N/KPTS/1987 tentang Pedoman Pembagian SHU Koperasi adalah sebagai berikut :

Pasal I : SHU dibagikan adalah SHU yang berasal dari pendapatan tunai dan pembayarannya hanya dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan koperasi, serta tidak boleh mengganggu likuiditas dan kelancaran jalannya usaha perusahaan koperasi. 
Pasal II : SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota dan akan dibagikan sebagai cadangan minimal 40%. Namun bila SHU yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk non anggota akan dibagikan sebagai cadangan besarnya minimal 75 %.

Dari penjelasan tersebut di atas maka pembagian SHU yang diperoleh dan koperasi sesuai dengan porsi yang benar namun tetap mengajukan kepada aturan yang bersangkutan.

3. Kewirausahaan 

Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis; mengumpulkan sumber dayasumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses.

Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawanpun dimiliki oleh seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997).

Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:
  1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology)
  2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)
  3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improvingexisting products or services)
  4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources) 
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orangorang yang berprofesi di luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.

Dengan demikian, ada enam hakekat pentingnya Kewirausahaan, yaitu:
  1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994)
  2. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)
  3. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
  4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker, 1959)
  5. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996)
  6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.
  Daftar ciri-ciri dan sifat-sifat profil seorang wirausahawan:

Dari daftar ciri dan sifat watak seorang wirausahawan di atas, dapat kita identifikasi sikap seorang wirausahawan yang dapat diangkat dari kegiatannya sehari-hari, sebagai berikut:

a. Disiplin 
Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki kedisiplinan yang tinggi. Arti dari kata disiplin itu sendiri adalah ketepatan komitmen wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya. Ketepatan yang dimaksud bersifat menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja dan sebagainya. 

Ketepatan terhadap waktu, dapat dibina dalam diri seseorang dengan berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Sifat sering menunda pekerjaan dengan berbagai macam alasan, adalah kendala yang dapat menghambat seorang wirausahawan meraih keberhasilan. 
Kedisiplinan terhadap komitmen akan kualitas pekerjaan dapat dibina dengan ketaatan wirausahawan akan komitmen tersebut. Wirausahawan harus taat azas. Hal tersebut akan dapat tercapai jika wirausahawan memiliki kedisiplinan yang tinggi terhadap sistem kerja yang telah ditetapkan. Ketaatan wirausahawan akan kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya adalah contoh dari kedisiplinan akan kualitas pekerjaan dan sistem kerja. 

b. Komitmen Tinggi 
Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. 

Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki komimten yang jelas, terarah dan bersifat progressif (berorientasi pada kemajuan). Komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan mengidentifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang direncanakan dalam hidupnya. Sedangkan contoh komitmen wirausahawan terhadap orang lain terutama konsumennya adalah pelayanan prima yang berorientasi pada kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga produk yang ditawarkan, problem solving bagi masalah konsumen, dan sebagainya.

Seorang wirausahawan yang teguh menjaga komitmennya terhadap konsumen, akan memiliki nama baik (goodwill) di mata konsumen yang akhirnya wirausahawan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari konsumen, dengan dampak pembelian terus meningkat sehingga pada akhirnya tercapai target perusahaan yaitu memperoleh laba yang diharapkan. 

c. Jujur 
Kejujuran merupakan lAndasan moral yang terkadang dilupakan oleh seorang wirausahawan. Kejujuran dalam berperilaku bersifat kompleks. Kejujuran mengenai karakteristik produk (barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang dilakukan, kejujuran mengenai pelayanan purna jual yang dijanjikan dan kejujuran mengenai segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang dilakukan oleh wirausahawan

Yang harus diingat oleh wirausahawan adalah bahwa kejujuran sangat melekat pada konsep pemasaran yang berorientasi pada kepuasan konsumen. Wirausahawan yang menjunjung tinggi kejujuran dalam melakukan kegiatan usahanya akan mendapatkan bukan saja konsumen actual tetapi juga konsumen potensial, bukan hanya dalam jangka pendek tetapi juga untuk jangka yang panjang. 

d. Kreatif dan Inovatif 
Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya kreativitas yang tinggi. Daya kreatifitas tersebut sebaiknya adalah dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini di pasar. Gagasangagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu. Justru seringkali ide-ide jenius yang memberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah dilAndasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil.

Namun, gagasan-gagasan yang baikpun, jika tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, hanya akan menjadi sebuah mimpi. Gagasan-gagasan yang jenius umumnya membutuhkan daya inovasi yang tinggi dari wirausahawan yang bersangkutan. Kreativitas yang tinggi tetap membutuhkan sentuhan inovasi agar laku di pasar. Inovasi yang dibutuhkan adalah kemampuan wirausahawan dalam menambahkan nilai guna/nilai manfaat terhadap suatu produk dan menjaga mutu produk dengan memperhatikan ―market oriented‖ atau apa yang sedang laku dipasaran. Dengan bertambahnya nilai guna atau manfaat pada sebuah produk, maka meningkat pula daya jual produk tersebut di mata konsumen, karena adanya peningkatan nilai ekonomis bagi produk tersebut bagi konsumen.

e. Mandiri 
Seseorang dikatakan ―mandiri‖ apabila orang tersebut dapat melakukan keinginan dengan baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalam mengambil keputusan atau bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tanpa adanya ketergantungan dengan pihak lain. Kemandirian merupakan sifat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan. Pada prinsipnya seorang wirausahawan harus memiliki sikap mandiri dalam memenuhi kegiatan usahanya. 

f. Realistis 
Seseorang dikatakan Realistis bila orang tersebut mampu menggunakan fakta/realita sebagai landasan berpikir yang rasionil dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan/perbuatannya.

Wirausaha berfungsi sebagai perencana (planner) sekaligus sebagai pelaksana usaha (businessman). Sebagai perencana (planner), wirausaha berperan:
  1. Merancang perusahaan (corporate plan),
  2. Mengatur strategi perusahaan (corporate strategy),
  3. Pemrakarsa ide-ide perusahaan (corporate image),
  4. Pemegang visi untuk memimpin (visioner leader). 
Sedangkan sebagai pelaksana usaha (businessman), wirausaha berperan :
  1. Menemukan, menciptakan, dan menerapkan ide baru yang berbeda (create the new and different),
  2. Meniru dan menduplikasi (imitating and duplicating),
  3. Meniru dan memodifikasi (imitating and modification),
  4. Mengembangkan (developing new product, new technology, new image, dan new organization).
Karena wirausaha identik dengan pengusaha kecil yang berperan sebagai pemilik dan manajer, maka wirausahalah yang memodali, mengatur, mengawasi, menikmati, dan menanggung risiko. Seperti telah disinggung di atas bahwa untuk menjadi wirausaha pertama-tama yang harus dimiiiki adalah modal dasar berupa ada ide atau visi yang jelas, kemauan dan komitmen yang kuat, cukup modal baik uang maupun waktu, cukup tenaga, dan pikiran. Modal-modal tersebut sebenarnya tidak cukup apabila tidak dilengkapi dengan beberapa kemampuan (ability). Menurut Casson (1982), yang dikutip Yuyun Wirasasmita (1993:3) ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki, yaitu:
  1. Self knowledge, yaitu memiliki pengetahuan tentang usaha yang akan dilakukannya atau ditekuninya.
  2. Imagination, yaitu memiliki imajinasi, ide, dan perspektif serta tidak mengAndalkan pada sukses di masa lalu.
  3. Practical knowledge, yaitu memiliki pengetahuan praktis misalnya pengetahuan teknik, desain, prosesing, pembukuan, adiminstrasi, dan pemasaran.
  4. Search skill, yaitu kemampuan untuk menemukan, berkreasi, dan berimajinasi.
  5. Foresight, yaitu berpAndangan jauh ke depan.
  6. Computation skill, yaitu kemampuan berhitung dan kemampuan memprediksi keadaan masa yang akan datang. 7.Communication skill, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi, bergaul, dan berhubungan dengan orang lain.
Dengan beberapa keterampilan dasar di atas, maka seseorang akan memiliki kemampuan (kompetensi) dalam kewirausahaan. Menurut Dan & Bradstreet Business Credit Service (1993:1), ada 10 kompetensi yang harus dimiliki, wirausaha, yaitu:

(1) Knowing Your Business, yaitu harus mengetahui usaha apa yang akan dilakukan. Dengan kata lain, seorang wirausaha harus mengetahui segala sesuatu yang ada hubungannya dengan usaha atau bisnis yang akan lakukan. Misalnya, seorang yang akan melakukan bisnis perhotelan maka ia harus memiliki pengetahuan tetang perhotelan. Untuk bisnis pemasaran komputer, ia harus memiliki pengetahuan pemasaran kommputer.

(2) Knowing The Basic Business Management, yaitu mengetahui dasar-dasar pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasikan dan mengendalikan perusahaan, termasuk dapat memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan dan membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen bisnis berarti memahami kiat, cara, proses, dan pengelolaan semua sumber daya perusahaan secara efektif dan efisien.

(3) Having The Proper Attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna terhadap usaha yang dilakukannya. Ia harus bersikap sebagai pedagang, industriawan, pengusaha, eksekutif yang sungguh-sungguh, dan tidak setengah hati.

(4) Having Adequate Capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak hanya bentuk materi, tetapi juga rohani. Kepercayaan dan keteguhan hati merupakan modal utama dalam usaha. Oleh karena itu, harus cukup waktu cukup uang, cukup tenaga, tempat, dan mental.

(5) Managing Finances Effectively, yaitu memiliki kemampuan mengatur/mengelola keuangan secara efektif dan efisien, mencari sumber dana dan menggunakannya secara tepat, serta mengendalikannya secara akurat.

(6) Managing Time Efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefisien mungkin. Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai dengan kebutuhannya.

(7) Managing People, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur, mengarahkan, menggerakan (memotivasi), dan mengendalikan orang-orang dalam menjalankan perusahaan.
(8) Satisfying Customer by Providing High Quality Product, yaitu memberi kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang bermutu, bermanfaat, dan memuaskan.
(9) Knowing Hozu to Compete, yaitu mengatahui strategi/ cara bersaing. Wirausaha, harus dapat mengungkap kekuatan (strenghts), kelemahan (weaks), peluang (opportunity), dan ancaman (threat) dirinya dan pesaing. Ia harus menggunakan analisis SWOT baik terhadap dirinya maupun terhadap pesaing.

(10) Copying with Regulations and Paperwork, yaitu membuat aturan/pedoman yang jelas tersurat tidak tersirat.

Di samping keterampilan dan kemampuan, wirausaha juga harus memiliki pengalaman yang seimbang. Menurut A. Kuriloff, John M. Memphil, Jr dan Douglas Cloud (1993:8) ada empat kemampuan utama yang diperlukan untuk mencapai pengalaman yang seimbang agar kewirausahaan berhasil, di antaranya:

(1) Technical competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang rancang bangun (know-how) sesuai dengan bentuk usaha yang akan dipilih. Misalnya, kemampuan dalam bidang teknik produksi dan desain produksi. Ia harus betul-betul mengetahui bagaimana barang dan jasa itu dihasilkan dan disajikan.

(2) Marketing competence, yaitu memiliki kompetensi dalam menemukan pasar yang cocok, mengidentifikasi pelanggan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Ia harus mengetahui bagaimana menemukan peluang pasar yang spesifik, misalnya pelanggan dan harga khusus yang belum digarap pesaing.

(3) Financial competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang keuangan, mengatur pembelian, penjualan, pembukuan, dan perhitungan laba/rugi. Ia harus mengetahui bagaimana mendapatkan dana dan cara menggunakannya.

(4) Human relation competence, yaitu kompetensi dalam mengembangkan hubungan per-sonal, seperti kemampuan berelasi dan menjalin kemitraan antar perusahaan. Ia harus mengetahui hubungan interpersonal secara sehat. 

Sedangkan menurut Norman M. Scarborough (1993), kompetensi kewirausahaan yang diperlukan sebagai syarat-syarat bisnis tersebut, meluputi:
(1) Proaktif, yaitu selalu ada inisiatif dan tegas dalam melaksanakan tugas.

(2) Berorientasi pada prestasi/kemajuan, cirinya :
  • Selalu mencari peluang
  • Berorientasi pada efisiensi 
  • Konsen untuk kerja keras
  • Perencanaan yang sistematis
  • Selalu memonitor (cek and recek)
3) Komitmen terhadap perusahaan atau orang lain, cirinya:
  • Selalu penuh komitmen dalam mengadakan kontrak kerja.
  • Mengenal tentang betapa penting hubungan bisnis.
Menurut Ronald J. Ebert (2000:117) bahwa efektivitas wirausahawan tergantung pada keterampilan dan kemampuan. Keterampilan dasar manajemen (Basic Management Skill) tersebut meliput:
(1) Technical Skill, yaitu keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas khusus, seperti sekretaris, akuntan-auditor, dan ahli gambar.

(2) Human Relations Skill, yaitu keterampilan untuk memahami, mengerti, berkomunikasi, dan berelasi dengan orang lain dalam organisasi.

(3) Conceptual Skill, yaitu kemampuan personal untuk berpikir abstrak, untuk mendiagnosis dan untuk menganalisis situasi yang berbeda, dan melihat siatuasi luar. Keterampilan konseptual sangat penting untuk memperoleh peluang pasar baru dan menghadapi tantangan.

(4) Decision Making Skill, yaitu keterampilan untuk merumuskan masalah dan memilih cara bertindak yang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut.

(5) Time Management Skill, yaitu keterampilan dalam menggunakan dan mengatur waktu seproduktif mungkin.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel